Jumat, 01 Juli 2011

Filsafat Islam

Ketika datang ke Timur Tengah pada abad IV SM. Aleksander Yang Agung membawa bukan hanya kaum militer tetapi juga kaum sipil. Tujuannya bukanlah hanya meluaskan daerah kekuasaannya ke luar Masedonia, tapi juga menanamkan kebudayaan Yunani di daerah-daerah yang dimasukinya. Untuk itu ia adakan pembauran antara orang-orang Yunani yang dibawanya, dengan penduduk setempat. Dengan jalan demikian berkembanglah falsafat dan ilmu pengetahuan Yunani di Timur Tengah, dan timbullah pusat-pusat peradaban Yunani seperti lskandariah (dari nama Aleksander) di Mesir, Antakia di Suria, Selopsia serta Jundisyapur di Irak dan Baktra (sekarang Balkh) di lran.

Ketika para Sahabat Nabi Muhammad menyampaikan dakwah Islam ke daerah-daerah tersebut terjadi peperangan antara kekuatan Islam dan kekuatan Kerajaan Bizantium di Mesir , Suria serta Irak, dan kekuatan Kerajaan Persia di Iran. Daerah-daerah ini, dengan menangnya kekuatan Islam dalam peperangan tersebut, jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Tetapi penduduknya, sesuai dengan ajaran al-Qur'an, bahwa tidak ada paksaan dalam agama dan bahwa kewajiban orang Islam han'ya menyampaikan ajaran-ajaran yang dibawa Nabi, tidak dipaksa para sahabat untuk masuk Islam. Mereka tetap memeluk agama mereka semula terutama yang menganut agama Nasrani dan Yahudi.

Dari warga negara non Islam ini timbul satu golongan yang tidak senang dengan kekuasaan Islam dan oleh karena itu ingin menjatuhkan Islam. Mereka pun menyerang agama Islam dengan memajukan argumen-argumen berdasarkan falsafat yang mereka peroleh dari Yunani. Dari pihak umat Islam timbul satu golongan yang melihat bahwa serangan itu tidak dapat ditangkis kecuali dengan memakai argumen-argumen filosofis pula. Untuk itu mereka pelajari falsafat dan ilmu pengetahuan Yunani. Kedudukan akal yang tinggi dalam pemikiran Yunani mereka jumpai sejalan dengan kedudukan akal yang tinggi dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi.

Dengan demikian timbullah di panggung sejarah pemikiran Islam teologi rasional yang dipelopori kaum Mu'tazilah. Ciri-ciri dari teologi rasional ini ialah :
  1. Kedudukan akal tinggi di dalamnya, sehingga mereka tidak mau tunduk kepada arti harfiah dari teks wahyu yang tidak sejalan dengan pemikiran filosofis dan ilmiah. Mereka tinggalkan arti harfiah teks dan ambil arti majazinya, dengan lain kata mereka tinggalkan arti tersurat dari nash wahyu dan mengambil arti tersiratnya. Mereka dikenal banyak memakai ta'wil dalam memahami wahyu.
  2. Akal menunjukkan kekuatan manusia, maka akal yang kuat menggambarkan manusia yang kuat, yaitu manusia dewasa. Manusia dewasa, berlainan dengan anak kecil, mampu berdiri sendiri, mempunyai kebebasan dalam kemauan serta perbuatan, dan mampu berfikir secara mendalam. Karena itu aliran ini menganut faham qadariah, yang di Barat dikenal dengan istilah free-will and free-act, yang membawa kepada konsep manusia yang penuh dinamika, baik dalam perbuatan maupun pemikiran.
  3. Pemikiran filosofis mereka membawa kepada penekanan konsep Tuhan Yang Maha Adil. Maka keadilan Tuhanlah yang menjadi titik tolak pemikiran teologi mereka. Keadilan Tuhan membawa mereka selanjutnya kepada keyakinan adanya hukum alam ciptaan Tuhan, dalam al-Qur'an disebut Sunnatullah, yang mengatur perjalanan apa yang ada di alam ini. Alam ini berjalan menurut peraturan tertentu, dan peraturan itu perlu dicari untuk kepentingan hidup manusia di dunia ini.
Teologi rasional Mu'tazilah inilah, dengan keyakinan akan kedudukan akal yang tinggi, kebebasan manusia dalam berfikir serta berbuat dan adanya hukum alam ciptaan Tuhan, yang membawa pada perkembangan Islam, bukan hanya falsafat, tetapi juga sains, pada masa antara abad ke VIII dan ke XIII M.
Filosof besar pertama yang dikenal adalah al-Kindi, (796- 873 M) satu-satunya filosof Arab dalam Islam. la dengan tegas mengatakan bahwa antara falsafat dan agama tak ada pertentangan. Falsafat ia artikan sebagai pembahasan tentang yang benar (al-bahs'an al-haqq). Agama dalam pada itu juga menjelaskan yang benar. Maka kedua-duanya membahas yang benar. Selajutnya falsafat dalam pembahasannya memakai akal dan agama, dan dalam penjelasan tentang yang benar juga memakai argumen-argumen rasional. Menurut pemikiran falsafat kalau ada yang benar maka mesti ada "Yang Benar Pertama" (al-Haqq al-Awwal). Yang Benar Pertama itu dalam penjelasan Al-Kindi adalah Tuhan. Falsafat dengan demikian membahas soal Tuhan dan agama. Falsafat yang termulia dalam pendapat Al-Kindi adalah falsafat ketuhanan atau teologi. Mempelajari teologi adalah wajib dalam Islam. Karena itu mempelajari falsafat, dan berfalsafat tidaklah haram dan tidak dilarang, tetapi wajib.

Dengan falsafat "al-Haqq al-Awwal"nya, al-Kindi, berusaha memurnikan keesaan Tuhan dari arti banyak. Al-haqiqah atau kebenaran, menurut pendapatnya, adalah sesuainya apa yang ada di dalam akal dengan apa yang ada diluarnya, yaitu sesuainya konsep dalam akal dengan benda bersangkutan yang berada di luar akal. Benda-benda yang ada di luar akal merupakan juz'iat (kekhususan, particulars). Yang penting bagi falsafat bukanlah benda-benda atau juz'iat itu sendiri, tetapi yang penting adalah hakikat dari juz'iat itu sendiri. Hakikat yang ada dalarn benda-benda itu disebut kulliat (keumuman, universals ). Tiap-tiap benda mempunyai hakikat sebagai juz'i (haqiqah juz'iah) yang disebut aniah dan hakikat sebagai kulli, (haqiqah kulliah) yang disebut mahiah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk jenis.

Memurnikan tauhid memang masalah penting dalam teologi dan falsafat Islam. Dalam hal ini Al-Farabi (870-950 M) memberi konsep yang lebih murni lagi. Dalam pemikirannya, kalau Tuhan, Pencipta alam semesta, berhubungan langsung dengan ciptaan nya yang tak dapat dihitung banyaknya itu, di dalam diri Tuhan terdapat arti banyak. Zat, yang di dalam diriNya terdapat arti banyak, tidaklah sebenarnya esa. Yang Maha Esa, agar menjadi esa, hanya berhubungan dengan yang esa.

Pemurnian tauhid inilah yang menimbulkan falsafat emanasi (al-faid, pancaran) dari Al-Farabi. Yang Maha Esa berfikir tentang diriNya yang esa, dan pemikiran merupakan daya atau energi. Karena pemikiran Tuhan tentang diriNya merupakan daya yang dahsyat, maka daya itu menciptakan sesuatu. Yang diciptakan pemikiran Tuhan tentang diriNya itu adalah Akal I. Jadi, Yang Maha Esa menciptakan yang esa.
Dalam diri yang esa atau Akal I inilah mulai terdapat arti banyak. Obyek pemikiran Akal I adalah Tuhan dan dirinya sendiri. Pemikirannya tentang Tuhan menghasilkan Akal II dan pemikirannya tentang dirinya menghasilkan Langit Pertama. Akal II juga mempunyai obyek pemikiran, yaitu Tuhan dan dirinya sendiri. Pemikirannya tentang Tuhan menghasilkan Akal III dan pemikirannya tentang dirinya sendiri menghasilkan Alam Bintang. Begitulah Akal selanjutnya berfikir tentang Tuhan dan menghasilkan Akal dan berfikir tentang dirinya sendiri dan menghasilkan planet-planet. Dengan demikian diperolehlah gambaran berikut:
 
Akal l11 menghasilkan Akal IV dan Saturnus.
Akal IV menghasilkan Akal V dan Yupiter.
Akal V menghasilkan Akal VI dan Mars.
Akal VI menghasilkan Akal VII dan Matahari.
Akal VII menghasilkan Akal VIII dan Venus.
Akal VIII menghasilkan Akal IX dan Merkuri
Akal IX menghasilkan Akal X dan Bulan.
Akal X menghasilkan hanya Bumi.
Pemikiran Akal X tidak cukup kuat lagi untuk menghasilkan Akal.

Demikianlah gambaran alam dalam astronomi yang diketahui di zaman Aristoteles dan zaman al-Farabi, yaitu alam yang terdiri atas sepuluh falak. Pemikiran Akal X tentang Tuhan tidak lagi menghasilkan Akal, karena tidak ada lagi planet yang akan diurusnya. Memang tiap-tiap Akal itu mengurus planet yang diwujudkannya. Akal dalam pendapat filosof Islam adalah melekat.

Begitulah Tuhan menciptakan alam semesta dalam falsafat emanasi Al-Farabi. Tuhan tidak langsung menciptakan yang banyak ini, tetapi melalui Akal I yang esa, dan Akal I melalui Akal II, Akal II melalui Akal l11 dan demikianlah seterusnya sampai ke penciptaan Bumi melalui Akal X.

Tuhan tidak langsung berhubungan dengan yang banyak, tetapi melalui Akal atau malaikat. Dalam diri Tuhan tidak terdapat arti banyak, dan inilah tauhid yang murni dalam pendapat Al-Farabi, Ibn Sina dan filosof-filosof Islam yang menganut faham emanasi.

Alam dalam falsafat Islam diciptakan bukan dari tiada atau nihil, tetapi dari materi asal yaitu api, udara, air dan tanah. Dalam pendapat falsafat dari nihil tak dapat diciptakan sesuatu. Sesuatu mesti diciptakan dari suatu yang telah ada. Maka materi asal timbul bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang dipancarkan pemikiran Tuhan.

Karena Tuhan berfikir semenjak qidam, yaitu zaman tak bermula, apa yang dipancarkan pemikiran Tuhan itu mestilah pula qadim, dalam arti tidak mempunyai permulaan dalam zaman. Dengan lain kata Akal I, Akal II dan seterusnya serta materi asal yang empat api, udara, air dan tanah adalah pula qadim. Dari sinilah timbul pengertian alam qadim, yang dikritik AI-Ghazali.

Selain kemahaesaan Tuhan, yang dibahas filosof-filosof Islam ada pula soal jiwa manusia yang dalam falsafat Islam disebut al-nafs. Falsafat yang terbaik mengenai ini adalah pemikiran yang diberikan Ibn Sina (980 -1037 M). Sama dengan AI-Farabi ia membagi jiwa kepada tiga bagian:
  1. Jiwa tumbuh-tumbuhan yang mempunyai daya makan, tumbuh dan berkembang biak.
  2. Jiwa binatang yang mempunyai daya gerak, pindah dari satu tempat ke tempat, dan daya menangkap dengan pancaindra, yang terbagi dua: (a) Indra luar, yaitu pendengaran, penglihatan, rasa dan raba. Dan (b) Indra da1am yang berada di otak dan terdiri dari:
    i. Indra bersama yang menerima kesan-kesan yang diperoleh pancaindra.
    ii. Indra penggambar yang melepaskan gambar-gambar dari materi.
    iii. Indra pereka yang mengatur gambar-gambar ini.
    iv. Indra penganggap yang menangkap arti-arti yang terlindung dalam gambar-gambar tersebut.
    v. Indra pengingat yangmenyimpan arti-arti itu.
  3. Jiwa manusia, yang mempunyai hanya satu daya, yaitu berfikir yang disebut akal. Akal terbagi dua:
    a. Akal praktis, yang menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indra pengingat yang ada dalam jiwa binatang.
    b. Akal teoritis, yang menangkap arti-arti murni, yang tak pernah ada dalam materi seperti Tuhan, roh dan malaikat.
Akal praktis memusatkan perhatian kepada alam materi, sedang akal teoritis kepada alam metafisik. Dalam diri manusia terdapat tiga macam jiwa ini, dan jelas bahwa yang terpenting diantaranya adalah jiwa berfikir manusia yang disebut akal itu. Akal praktis, kalau terpengaruh oleh materi, tidak meneruskan arti-arti, yang diterimanya dari indra pengingat dalam jiwa binatang, ke akal teoritis. Tetapi kalau ia teruskan akal teoritis akan berkembang dengan baik.

Akal teoritis mempunyai empat tingkatan :
I. Akal potensial dalam arti akal yang mempunyai potensi untuk rnenangkap arti-arti murni.
2. Akal bakat, yang telah mulai dapat rnenangkap arti-arti murni.
3. Akal aktual, yang telah mudah dan lebih banyak rnenangkap arti- arti murni.
4. Akal perolehan yang telah sernpurna kesanggupannya menangkap arti-arti murni.
Akal tingkat keempat inilah yang tertinggi dan memiliki filosof-filosof. Akal inilah yang dapat menangkap arti-arti murni yang dipancarkan Tuhan melalui Akal X ke Bumi. 

Sifat seseorang banyak bergantung pada jiwa mana dari tiga yang tersebut di atas berpengaruh pada dirinya. Jika jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang yang berpengaruh, orang itu dekat menyerupai binatang. Tetapi jika jiwa manusia yang berpengaruh terhadap dirinya maka ia dekat menyerupai malaikat. Dan dalam hal ini akal praktis mempunyai malaikat. Akal inilah yang mengontrol badan manusia, sehingga hawa nafsu yang terdapat di dalamnya tidak menjadi halangan bagi akal praktis untuk membawa manusia kepada kesempurnaan. 
Setelah tubuh manusia mati, yang akan tinggal menghadapi perhitungan di depan Tuhan adalah jiwa manusia. Jiwa tumbuh-tumbuhan dan jiwa binatang akan lenyap dengan hancurnya tubuh kembali menjadi tanah.
Jiwa manusia mempunyai wujud tersendiri, yang diciptakan Tuhan setiap ada janin yang siap untuk menerima jiwa. Jiwa berhajat kepada badan manusia, karena otaklah, sebagaimana dilihat di atas, yang pada mulanya menolong akal untuk menangkap arti-arti. Makin banyak arti yang diteruskan otak kepadanya makin kuat daya akal untuk menangkap arti-arti murni. Kalau akal sudah sampai kepada kesempurnaan, jiwa tak berhajat lagi pada badan, bahkan badan bisa menjadi penghalang baginya dalam menangkap arti-arti murni.
Jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang lenyap dengan matinya tubuh karena keduanya hanya mempunyai fungsi-fungsi fisik seperti dijelaskan sebelumnya, Kedua jiwa ini, karena telah rnemperoleh balasan di dunia ini tidak akan dihidupkan kembali di akhirat. Jiwa manusia, berlainan dengan kedua jiwa di atas, fungsinya tidak berkaitan dengan yang bersifat fisik tetapi yang bersifat abstrak dan rohani. Karena itu balasan yang akan diterimanya bukan di dunia, tetapi di akhirat. Kalau jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang tidak kekal, jiwa manusia adalah kekal. Jika ia telah mencapai kesempurnaan sebelum berpisah dengan badan ia akan mengalami kebahagiaan di akhirat. Tetapi kalau ia berpisah dari badan dalam keadaan belum sempurna ia akan mengalami kesengsaraan kelak.

Dari faham bahwa jiwa manusialah yang akan menghadapi perhitungan kelak timbul faham tidak adanya pembangkitan jasmani yang juga dikritik al-Ghazali.
Demikianlah beberapa aspek penting dari falsafat Islam. Pemurnian konsep tauhid membawa al-Kindi kepada pemikiran Tuhan tidak mempunyai hakikat dan tak dapat diberi sifat jenis (al-jins) serta diferensia (al-fasl). Sebagai seorang Mu'tazilah al-Kindi juga tidak percaya pada adanya sifat-sifat Tuhan; yang ada hanyalah semata-mata zat.

Pemurnian itu membawa Al-Farabi pula kepada falsafat emanasi yang di dalamnya terkandung pemikiran alam qadim, tak bermula dalam zaman dan baqin, tak mempunyai akhir dalam zaman. Karena Tuhan dalam falsafat emanasi tak boleh berhubungan langsung dengan yang banyak dan hanya berfikir tentang diriNya Yang Maha Esa, timbul pendapat bahwa Tuhan tidak mengetahui juz'iat, yaitu perincian yang ada dalam alam ini. Tuhan mengetahui hanya yang bersifat universal. Karena akal I, II dan seterusnyalah yang mengatur planet-planet maka Akal I, II dan seterusnya itulah yang mengetahui juz'iat atau kekhususan yang terjadi di alam ini. Karena inti manusia adalah jiwa berfikir untuk memperoleh kesempurnaan, pembangkitan jasmani tak ada. Sebagai orang yang banyak berkecimpung dalam bidang sains para filosof percaya pula kepada tidak berubahnya hukum alam.

Inilah sepuluh dari duapuluh kritikan yang dimajukan al-Ghazali (1058-1111 M) terhadap pemikiran para filosof lslam. Tiga, diantara sepuluh itu, menurut al-Ghazali membawa mereka kepada kekufuran, yaitu :
1. Alam qadim dalam arti tak bermula dalam zaman
2. Pembangkitan jasmani tak ada
3. Tuhan tidak rnengetahui perincian yang terjadi di alam.

Konsep alam qadim membawa kepada kekufuran, dalam pendapat al-Ghazali, karena qadim dalam falsafat berarti sesuatu yang wujudnya tidak mempunyai permulaan dalam zaman, yaitu tidak pernah tidak ada di zaman lampau. Dan ini berarti tidak diciptakan. Yang tidak diciptakan adalah Tuhan. Maka syahadat dalam teologi Islam adalah : la qadima, illallah, tidak ada yang qadim selain Allah. Kalau alam qadim, maka alam adalah pula Tuhan dan terdapatlah dua Tuhan. Ini membawa kepada faham syirk atau politeisme, dosa besar yang dalam al-Qur'an disebut tak dapat diampuni Tuhan.

Tidak diciptakan bisa pula berarti tidak perlu adanya Pencipta yaitu Tuhan. Ini membawa pula kepada ateisme. Politeisme dan ateisme jelas bertentangan sekali dengan ajaran dasar Islam tauhid, yang sebagaimana dilihat di atas para filosof mengusahakan Islam memberikan arti semurni-murninya. Inilah yang mendorong al-Ghazali untuk mencap kafir filosof yang percaya bahwa alam ini qadim.

Mengenai masalah kedua, pembangkitan jasmani tak ada, sedangkan teks ayat-ayat dalam al-Qur'an menggambarkan adanya pembangkitan jasmani itu. Umpamanya ayat 78/9 dari surat Yasin "Siapa yang menghidupkan tulang-tulang yang telah rapuh ini? Katakanlah: Yang menghidupkan adalah Yang Menciptakannya pertama kali". Maka pengkafiran di sini berdasar atas berlawanannya falsafat tidak adanya pembangkitan jasmani dengan teks al-Qur'an, yang adalah wahyu dari Tuhan.

Pengkafiran tentang masalah ketiga, Tuhan tidak mengetahui perincian yang ada di alam, juga didasarkan atas keadaan falsafat itu, berlawanan dengan teks ayat dalam al-Qur'an. Sebagai umpama dapat disebut ayat 59 dari surat Al-An'am: Tiada daun yang jatuh yang tidak diketahui-Nya.

Pengkafiran Al-Ghazali ini membuat orang di dunia lslam bagian timur dengan Baghdad sebagai pusat pemikiran, menjauhi falsafat. Apalagi di samping pengkafiran itu al-Ghazali mengeluarkan pendapat bahwa jalan sebenarnya untuk mencapai hakikat bukanlah falsafat tetapi tasawuf. Dalam pada itu sebelum zaman Al-Ghazali telah muncul teologi baru yang menentang teologi rasional Mu'tazilah. Teologi baru itu dibawa oleh al-Asy'ari (873-935), yang pada mulanya adalah salah satu tokoh teologi rasional. Oleh sebab-sebab yang belum begitu jelas ia meninggalkan faham Mu'tazilahnya dan menimbulkan, sebagai lawan dari teologi Mu'tazilah, teologi baru yang kemudian dikenal dengan nama teologi al-Asy'ari.
Sebagai lawan dari teologi rasional Mu'tazilah, teologi Asy'ari bercorak tradisional. Corak tradisionalnya dilihat dari hal-hal berikut :
1. Dalam teologi ini akal mempunyai kedudukan rendah, sehingga kaum Asy'ari banyak terikat kepada arti lafzi dari teks wahyu. Mereka tidak mengambil arti tersurat dari wahyu untuk menyesuaikannya dengan pemikiran ilmiah dan falsafi.
2. Karena akal lemah, manusia dalam teologi ini merupakan manusia lemah dekat menyerupai anak yang belum dewasa, yang belum bisa berdiri sendiri, tetapi masih banyak bergantung pada orang lain untuk membantunya dalam hidupnya. Teologi ini mengajarkan faham jabariah atau fatalisme, yaitu percaya kepada kada dan kadar Tuhan. Manusia di sini bersikap statis.
3. Pemikiran teologi al-Asy'ari bertitik tolak dari faham kehendak mutlak Tuhan. Manusia dan alam ini diatur Tuhan menurut kehendak mutlakNya dan bukan menurut peraturan yang dibuatnya. Karena itu hukum alam dalam teologi ini tak terdapat; yang ada ialah kebiasaan alam. Dengan demikian bagi mereka api tidak sesuai dengan hukum alam, selamanya membakar , tetapi biasanya membakar sesuai dengan kehendak mutlak Tuhan.

Jelas teologi tradisional al-Asy'ari ini tidak mendorong pada berkembangnya pemikiran ilmiah dan filosofis, sebagaimana halnya dengan teologi rasional Mu'taziiah. Sesudah al-Ghazali, teologi tradisional inilah yang berkembang di dunia Islam bagian Timur. Tidak mengherankan kalau sesudah zaman al-Ghazali ilmu dan falsafat tak berkembang lagi di Baghdad sebagaimana sebelumnya di zaman Mu'tazilah dan filosof-filosof Islam.

Di dunia Islam bagian Barat, yaitu di Andalus atau Spanyol Islam, sebaliknya, pemikiran filosofis masih berkembang sesudah serangan a1-Ghazali tersebut, Ibn Bajjah (1082-1138) dalam bukunya Risalah al- Wida' kelihatannya mencela al-Ghazali yang berpendapat bahwa bukanlah akal tetapi al-dzauq dan ma'rifat sufilah yang membawa orang kepada kebenaran yang meyakinkan.

Ibn Tufail (w. 1185 M) dalam bukunya Hayy Ibn Yaqzan malahan menghidupkan pendapat Mu'tazilah, bahwa akal manusia begitu kuatnya sehingga ia dapat mengetahui masalah-masalah keagamaan seperti adanya Tuhan, wajibnya manusia berterimakasih kepada Tuhan, kebaikan serta kejahatan dan kewajiban manusia berbuat baik dan mejauhi perbuatan jahat. Dalam hal-hal ini wahyu datang untuk memperkuat akal. Dan akal orang yang terpencil di suatu pulau, jauh dari masyarakat manusia, dapat mencapai kesempurnaan sehingga ia sanggup menerima pancaran ilmu dari Tuhan, seperti yang terdapat dalam falsafat emanasi Al-Farabi dan Ibn Sina. Tapi Ibn Rusydlah (1126-1198 M) yang mengarang buku Tahufut al-Tahafut sebagai jawaban terhadap kritik-kritik Al-Ghazali yang ia uraikan dalam Tahafut al-Falasifah.

Mengenai masalah pertama qidam al-alam, alam tidak mempunyai permulaan dalam zaman, konsep AI-Ghazali bahwa alam hadis, alam mempunyai permulaan dalam zaman, menurut Ibn Rusyd mengandung arti bahwa ketika Tuhan menciptakan alam, tidak ada sesuatu di samping Tuhan. Tuhan, dengan kata lain, di ketika itu berada dalam kesendirianNya. Tuhan menciptakan alam dari tiada atau nihil.
Konsep serupa ini, kata Ibn Rusyd, tidak sesuai dengan kandungan al-Qur'an. Didalam al-Qur'an digambarkan bahwa sebelum alam diciptakan Tuhan, telah ada sesuatu di sampingNya. Ayat 7 dari surat Hud umpamanya mengatakan, Dan Ialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari dan takhtaNya (pada waktu itu) berada di atas air.

Jelas disebut dalam ayat ini, bahwa ketika Tuhan menciptakan langit dan bumi telah ada di samping Tuhan, air. Ayat 11 dari Ha Mim menyebut pula, Kemudian la pun naik ke langit sewaktu ia masih merupakan uap.
Di sini yang ada di samping Tuhan adalah uap, dan air serta uap adalah satu. Selanjutnya ayat 30 dari surat al-Anbia' mengatakan pula, Apakah orang-orang yang tak percaya tidak melihat ' bahwa langit dan bumi (pada mulanya) adalah satu dan kemudian Kami pisahkan. Kami jadikan segala yang hidup dari air.
Ayat ini mengandung arti bahwa langit dan bumi pada mulanya berasal dari unsur yang satu dan kemudian menjadi dua benda yang berlainan.

Dengan ayat-ayat serupa inilah Ibn Rusyd menentang pendapat al-Ghazali bahwa alam diciptakan Tuhan dari tiada dan bersifat hadis dan menegaskan bahwa pendapat itu tidak sesuai dengan kandungan al-Qur'an. Yang sesuai dengan kandungan al-Qur'an sebenarnya adalah konsep al-Farabi, Ibn Sina dan filosof-filosof lain. Di samping itu, kata khalaqa di dalam al-Qur'an, kata Ibn Rusyd, menggambarkan penciptaan bukan dari "tiada", seperti yang dikatakan al-Ghazali, tetapi dari "ada", seperti yang dikatakan filosof-filosof. Ayat 12 dari surat al-Mu'minun, menjelaskan, Kami ciptakan manusia dari inti sari, tanah. Manusia di dalam al-Qur'an diciptakan bukan dari "tiada" tetapi dari sesuatu yang "ada", yaitu intisari tanah seperti disebut, oleh ayat di atas. Falsafat memang tidak menerima konsep.

penciptaan dari tiada (creatio ex nihilo). "Tiada", kata Ibn Rusyd tidak bisa berobah menjadi "ada", yang terjadi ialah "ada" berobah menjadi "ada" dalam bentuk lain. Dalam hal bumi, "ada" dalam bentuk materi asal yang empat dirubah Tuhan menjadi "ada" dalam bentuk bumi. Demikian pula langit. Dan yang qadim adalah materi asal. Adapun langit dan bumi susunannya adalah baru (hadis ). Qadimnya alam, menurut penjelasan Ibn Rusyd tidak membawa kepada politeisme atau ateisme, karena qadim dalam pemikiran falsafat bukan hanya berarti sesuatu yang tidak diciptakan, tetapi juga berarti sesuatu yang diciptakan dalam keadaan terus menerus, mulai dari zaman tak bermula di masa lampau sampai ke zaman tak berakhir di masa mendatang. Jadi Tuhan qadim berarti Tuhan tidak diciptakan, tetapi adalah pencipta dan alam qadim berarti alam diciptakan dalam keadaan terus menerus dari zaman tak bermula ke zaman tak berakhir . Dengan demikian sungguhpun alam qadim, alam bukan Tuhan, tetapi adalah ciptaan Tuhan.

Bahwa alam yang terus menerus dalam keadaan diciptakan ini tetap akan ada dan baqin digambarkan juga oleh al-Qur'an. Ayat 47/8 dari surat Ibrahim menyebut:
Jangan1ah Sangka bahwa Allah akan menyalahi janji bagi rasul-rasulNya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa dan Maha Pemberi balasan di hari bumi ditukar dengan bumi yang lain dan ( demikian pula) langit.
Di hari perhitungan atau pembalasan nanti, tegasnya di hari kiamat, Tuhan akan menukar bumi ini dengan bumi yang lain dan demikian pula langit sekarang akan ditukar dengan langit yang lain. Konsep ini mengandung arti bahwa pada hari kiamat bumi dan langit sekarang akan hancur susunannya dan menjadi materi asap api, udara, air dan tanah kembali dari keempat unsur ini Tuhan akan menciptakan bumi dan langit yang lain lagi. Bumi dan langit ini akan hancur pula, dan dari materi asalnya akan diciptakan pula bumi dan langit yang lain dan demikianlah seterusnya tanpa kesudahan. Jadi pengertian qadim sebagai sesuatu yang berada dalam kejadian terus menerus adalah sesuai dengan kandungan al-Qur'an.

Dengan demikian al-Ghazali tidak mempunyai argumen kuat untuk mengkafirkan filosof dalam falsafat mereka tentang qadimnya alam.
Kedua-duanya, kata Ibn Rusyd, yaitu pihak al-Farabi dan pihak al-Ghazali sama-sama memberi tafsiran masing-masing tentang ayat-ayat al-Qur'an mengenai penciptaan alam. Yang bertentangan bukanlah pendapat filosof dengan al-Qur'an, tetapi pendapat filosof dengan pendapat al-Ghazali.

Mengenai masalah kedua, Tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di alam, Ibn Rusyd menjelaskan bahwa para filosof tak pernah mengatakan demikian. Menurut mereka Tuhan mengetahui perinciannya; yang mereka persoalkan ialah bagaimana Tuhan mengetahui perincian itu. Perincian berbentuk materi dan materi dapat ditangkap pancaindra, sedang Tuhan bersifat immateri dan tak mempunyai pancaindra.
Dalam hal pembangkitan jasmani, Ibn Rusyd menulis dalam Tahafut al-Tahafut bahwa filosof-filosof Islam tak menyebut hal itu. Dalam pada itu ia melihat adanya pertentangan dalam ucapan-ucapan al-Ghazali. Di dalam Tahafut al-Falasifah ia menulis bahwa dalam Islam tidak ada orang yang berpendapat adanya pembangkitan rohani saja, tetapi di dalam buku lain ia mengatakan, menurut kaum sufi, yang ada nanti ialah pembangkitan rohani dan pembangkitan jasmani tidak ada.

Dengan demikian al-Ghazali juga tak mempunyai argumen kuat untuk mengkafirkan kaum filosof dalam pemikiran tentang tidak tahunya Tuhan tentang perincian di alam dan tidak adanya pembangkitan jasmani. Ini bukanlah pendapat filosof, dan kelihatannya adalah kesimpulan yang ditarik al-Ghazali dari filsafat mereka.
Dalam pada itu Ibn Rusyd, sebagaimana filosof-filosof Islam lain, menegaskan bahwa antara agama dan falsafat tidak ada pertentangan, karena keduanya membicarakan kebenaran, dan kebenaran tak berlawanan dengan kebenaran. Kalau penelitian akal bertentangan dengan teks wahyu dalam al-Qur'an maka dipakai ta'wil; wahyu diberi arti majazi. Arti ta'wil ada1ah meninggalkan arti lafzi untuk pergi ke arti majazi. Dengan kata lain, meninggalkan arti tersurat dan mengambil arti tersirat. Tetapi arti tersirat tidak boleh disampaikan kepada kaum awam, karena mereka tak dapat memahaminya.

Antara falsafat dan agama Ibn Rusyd mengadakan harmoni. Dan dalam harmoni ini aka1 mempunyai kedudukan tinggi. Pengharmonian aka1 dan wahyu ini sampai ke Eropa dan di sana dikenal dengan averroisme. Sa1ah satu ajaran averroisme ia1ah kebenaran ganda, yang mengatakan bahwa pendapat falsafat benar sungguhpun menurut agama sa1ah. Agama mempunyai kebenarannya sendiri. Dan averroisme inilah yang menimbulkan pemikiran rasiona1 dan ilmiah di Eropa.

Tak lama sesudah zaman Ibn Rusyd umat Islam di Spanyol mengalami kemunduran besar dan kekuasaan luas Islam sebelumnya hanya tingga1 di sekitar Granada di tangan Banu Nasr. Pada tahun 1492 dinasti ini terpaksa menyerah kepada Raja Ferdinand dari Castilia.
Dengan hilangnya Islam dari Andalus atau di Spanyol, hilang pulaah pemikiran rasional dan ilmiah dari dunia Islam bagian barat.

Di dunia Islam bagian timur, kecuali di ka1angan Syi'ah, teologi tradisional al-Asy'ari dan pendapat al-Ghazali bahwa jalan tasawuf untuk mencapai kebenaran adalah lebih meyakinkan dari pada ja1an falsafat, terus berkembang. Hilanglah pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah dari dunia Islam sunni sehingga datang abad XIX dan umat Islam dikejutkan oleh kemajuan Eropa dalam bidang pemikiran, falsafat dan sains, sebagaimana disebut di atas, berkembang di Barat atas pengaruh metode berfikir Ibn Rusyd yang disebut averroisme. Semenjak itu pemikiran rasional mulai ditimbulkan oleh pemikir-pemikir pembaruan seperti al-Afghani, Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan,dan lain-lain.

MENCAPAI FILSAFAT ABAD XX

Philosophy (Filsafat) adalah kajian yang mempelajari pemahaman misteri hidup dan kenyataan. Filsuf terbesar pada peradapan kuno adalah 3 filsuf Greek (Yunani) -tahun 400 SM s/d 300 SM- Socrates, Plato, dan Aristoteles. Filsafat mereka  mempengaruhi seluruh kebudayaan Barat sekarang.

1.     Tahun 600-400 SM, Pra-Socratics (filsuf sebelum Sokrates) pertama hidup di Miletus, sebuah kota di Greek, Asia Minor, selama 500-an SM. Mereka meyakini bahwa alam dibentuk oleh satu substansi dasar. pra-Socratic pertama yang terkenal, Thales, berpikir bahwa air adalah substansi dasar alam. Anaximander, berpendapat alam terjadi dari sebuah unsur dasar yang Indifinite. Anaximenes berteori bahwa udara adalah unsur dasar alam yang mengalami kondensasi dan membentuk materi lain yaitu air dan api. Akhir tahun 400-an SM, Leucippus dan Democritus mengeluarkan teori atomism. Mereka berpendapat bahwa alam terdiri dari unsur terkecil yang tidak dapat dibagi lagi, disebut atoms, yang bergerak didalam angkasa dan kelompok bersama membentuk objek yang lebih besar.
2.     Tahun 470-399 SM, Socrates, lahir di dekat Athena. Socrates adalah filsuf pertama yang membuat sebuah perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa dan meletakkan nilai (moral) lebih tinggi di atas jiwa. Dia meyakini bahwa seseorang harus mempunyai pengetahuan moral untuk menindaki moral. Socrates ingin merubah opini yang tidak jelas dengan idea yang murni. Dia sering  mempertanyakan kalangan elit Athena dan mengekspos kebodohan pendapat mereka tentang pengetahuan dan kebijaksanaan. Perbuatan ini menyebabkan dia banyak dimusuhi dan dia dihukum mati sebagai orang yang membahayakan negara.
3.     Tahun sekitar 427-347 SM, Plato, lahir di Athena. Dia meyakini bahwa kita tidak dapat mencapai pengetahuan tentang sesuatu dari yang kita rasakan sebab objek dari yang kita rasakan adalah samar dan selalu berubah. Plato menyatakan bahwa kita dapat memiliki pengetahuan yang sejati tentang kejujuran, keindahan, dan kejahatan, hanya dalam pikiran (idea). Plato berpikir bahwa hanya Idea lah yang nyata dan semua kenyataan yang ada adalah refleks dari Idea. Pandangan ini menjadi dikenal dengan nama Idealisme. Plato juga meyakini bahwa jiwa akan terus hidup dan hanya tubuh saja yang mengalami kematian. Ideanya kelak menyumbangkan pandangan tentang tubuh, jiwa dan pikiran pada pembangunan Teology Kristen. Tahun 403 SM, bangsa Athena menghancurkan diktator dan membangun demokrasi. Plato mulai ikut kembali berpolitik. Tetapi ia mengalami kegalauan ketika kawannya, Socrates, dihukum mati. Didalam kegalauan yang sangat dalam itulah, Plato meningggalkan Athens. Tahun 387 SM, Plato kembali ke Athena dan mendirikan sekolah philosophy dan Ilmu yang disebut “the Academy”.


4.     Tahun 384-322 SM, Aristoteles, lahir di Stagira, kota kecil di utara Greece (Yunani). Ketika Aristotle berumur 18 tahun, dia masuk Academy (sekolah yang didirikan Plato) di Athens. Tahun 343 atau 342 SM, Philip II, Raja Macedonia, meminta Aristotle untuk mengajarkan anaknya, Alexander. Alexander, kelak menguasai seluruh Greece (Yunani), menaklukkan Imperium Persia, dan terkenal sebagai Alexander the Great. Alexander belajar dengan Aristotle sampai 336 SM, ketika menjadi pemerintah Macedonia setelah ayahnya dibunuh. Tahun 334 SM, Aristotle mendirikan sebuah sekolah “the Lyceum”. Bagi Aristotle, aspek yang paling penting pada alam adalah perubahan. Dia mendifinisikan filsafat alam dalam karya “physics” nya sebagai study tentang sesuatu yang berubah. Aristotle menjelaskan bahwa untuk memahami perubahan, harus dibedakan antara form (bentuk/ujud) dan Matter (materi atau unsur) dari sebuah sesuatu. contohnya, sebuah patung adalah ujud dari sebuah kemanusiaan, dan perunggu sebagai matter (unsur)-nya. Aristotle meyakini bahwa dengan merubah matter akan mendapatkan bentuk baru. Aristoteles juga dikenal sebagai philoshopy yang kemudian dikenal dengan istilah Metafisik.
5.     Stoic philosophy didirikan oleh Zeno dari Citium. Dia berpikir bahwa orang-orang seharusnya menghabiskan hidupnya berusaha untuk menanamkan kebaikan. The Stoics meyakini bahwa segala sesuatu ditakdirkan. Oleh karena itu, orang yang bijaksana  dan orang yang berbudi luhur menerima dan berusaha sebaik mungkin dari apa yang tidak bisa diubah. Stoicism menyebar ke Rome. Di sana , yang termasuk kepala Stoics adalah negarawan Marcus Tullius Cicero, kaisar Marcus Aurelius, dan guru Epictetus.
6.     Epicureanism didirikan oleh Epicurus. Epicurus mendasari philosophynya pada hedonism-idea bahwa satu-satunya kebaikan dalam hidup adalah kesenangan/kebahagiaan. Tetapi, Epicurus mengajar bahwa tidak semua kesenangan adalah kebaikan. Satu-Satunya kesenangan yang baik adalah ketenangan dan tidak berlebihan. Sebab kesenangan yang berlebihan bisa mendorong kearah penderitaan. Kebahagiaan Yang paling tinggi, Epicurus berkata, adalah kedamaian hati dan kesehatan phisik, dua macam itu yang bisa membebaskan dari penderitaan.
7.     Skepticism adalah sebuah sekolah Phylosophy didirikan oleh Pyrrho dari Elis sekitar waktu yang sama pada saat berkembangnya Stoic philosophy dan Epicureanism. Pyrrho berpikir bahwa tidak ada sesuatu yang dapat kita ketahui. Perasaan kita, menipu kita dan tidak memberikan pengetahuan yang akurat mengenai sesuatu. Begitu, semua klaim terhadap pengetahuan adalah palsu. Sebab kita tidak dapat mengetahui apapun, di dalam pandangan ini, kita harus perlakukan semua hal-hal dengan biasa saja dan tidak perlu membuat pertimbangan.
8.     Neoplatonism adalah suatu versi yang dihidupkan kembali sebagian dari gagasan Plato yang diadaptasikan oleh Plotinus, seorang ahli filsafat yang dilahirkan di Mesir tahun 200-an. Neoplatonism mencoba untuk mengajak individu ke arah suatu kemanunggalan dengan Tuhan, yang mana adalah suatu kebahagiaan. Plotinus percaya bahwa jiwa manusia rindu akan reuni  (kemanunggalan) dengan Tuhan, yang mana dapat dicapai hanya di dalam pengalaman batin. Neoplatonism menjadi jembatan antara Filosofi Yunani dan awal Filosofi Kristen. Itu  diilhami gagasan di mana kebenaran hakiki dapat dipelajari hanya melalui iman dan pengaruh Tuhan, bukan oleh logika.
9.     Saint Augustine adalah philosoph terbesar dari awal abad pertengahan. Di dalam suatu buku yang berjudul The City of God ( awal 400-an), Augustine menafsirkan sejarah manusia sebagai konflik antara Iman Christians yang tinggal di kerajaan penyembah berhala dan bid’ah dan Tuhan tinggal di kerajaan dunia. Augustine menulis bahwa orang dari  kerajaan Tuhan akan memperoleh keselamatan abadi, tetapi orang di dalam  kerajaan dunia akan menerima hukuman abadi. Buku ini merusak kepercayaan penyembah berhala agama Roma dan membantu untuk tersebarnya Kekristenan lebih lanjut. Suatu sistem pikiran itu, yang disebut Scholasticism, mendominasi filosofi pertengahan dari 1100-an sampai 1400-an. Istilah Scholasticism mengacu pada metoda penyelidikan filosofis yang digunakan oleh para guru ilmu agama dan filosofi di universitas Eropa Barat yang baru saja berkembang.

Renaissance, perkembangan utama terjadi dalam  ilmu pengetahuan yang sedemikian  seperti ilmu perbintangan, ilmu fisika, dan matematika. Sarjana Humanis, menekankan pentingnya manusia dan studi tentang literatur klasik sebagai pemandu ke pemahaman hidup. Penekanan pada ilmu pengetahuan dan perikemanusiaan mendorong perubahan dalam teknik dan tujuan pemahaman filosofis. Scholastic mulai ditinggalkan, dan filosofi dibebaskan dari paham  theology.

10.  Bacon menulis dua karya berpengaruh, Advancement Learning ( 1605) dan Novum Organum ( 1620). Ia menyatakan pengetahuan itu adalah kekuatan dan pengetahuan itu bisa diperoleh hanya oleh metoda penyelidikan yang induktif. Bacon, membayangkan suatu dunia baru dari kesenangan dan kebudayaan yang bisa diperoleh dari pemeriksaan ke dalam hukum dan proses alami. Di dalam menguraikan dunia ini, ia menyumbangkan efek kemajuan dalam ilmu pengetahuan, rancang-bangun, dan teknologi.
11.  Rasionalisme adalah suatu pandangan filosofis yang muncul di tahun 1600-an. Gagasan dasar  Rasionalisme adalah pengalaman lebih baik daripada teori dan kebenaran menurut pengalaman harus dibuktikan dengan prinsip-prinsip tertentu. Rasionalis mencoba untuk menentukan sifat alami dunia dan kenyataan dengan menghilangkan purbasangka. Mereka juga menekankan pentingnya mathematical prosedur. Rasionalis terkemuka adalah Rene Descartes, Baruch Spinoza, dan Wilhelm Gottfried Leibniz.
12.  Descartes adalah seorang mathematician sekaligus philosopher. Ia yang menemukan  ilmu ukur. Gagasan dasar Descartes adalah menetapkan suatu pondasi untuk ilmu pengetahuan,  yaitu matematika. Matematika begitu banyak terkait dengan dasar pengetahuan, dan ia memulai filosofi pada pertimbangan epistemological. Dia memahami semua gejala phisik sebagai hubungan hukum sebab akibat. Filosofi Descartes memecahkan persoalan bagaimana antara benda dan pikiran saling terkait.
13.  Spinoza membangun suatu sistem filosofi atas model ilmu ukur. Ia mencoba untuk memperoleh kesimpulan filosofis dari beberapa aksioma pusat (dugaan kebenaran yang pasti) dan definisi. Spinoza tidak memandang Tuhan sebagai yang menciptakan alam semesta itu. Ia mengidentifikasi Tuhan sebagai alam semesta itu sendiri. Spinoza adalah juga orang yang meyakini mekanisme (cara kerja), mengenai segalanya di alam semesta yang terprogram. Tujuan utama Spinoza, Ia ingin menunjukkan bagaimana orang bisa bebas, bisa memimpin dan begitu memuaskan hidup, di dalam sebuah dunia yang telah terprogram.
14.  Leibniz percaya bahwa dunia yang nyata hanya satu dari banyak dunia. Ia mencoba untuk menunjukkan bagaimana dunia yang nyata adalah dunia tempat mengamalkan tatacara Tuhan. Begitu, ia mencoba untuk memecahkan permasalahan bagaimana Tuhan yang maha kuasa dan sempurna menciptakan sebuah dunia dengan banyak penderitaan dan kejahatan. Leibniz dan Isaac Newton, Ilmuan Inggris, mengembangkan kalkulus. Karya Leibniz di dalam matematika memberikan pengembangan dari logika penggunaan lambang mathematical dan operasi simbolis untuk memecahkan permasalahan di dalam logika.
15.  Teori Empirisme menekankan pentingnya perasaan dan pengalaman sebagai basis dan sumber pengetahuan. Penganut aliran empirisme yang agung Yang pertama adalah Yohanes Locke Inggris di tahun 1600-an itu. George Berkeley dari Irlandia dan David Hume dari Scotland mengembangkan lebih lanjut teori empirisme di tahun 1700-an. Locke mencoba untuk menentukan sumber, luas, dan kepastian pengetahuan manusia di (dalam) buku “Suatu Esei Mengenai Pemahaman Manusia” ( 1690). Locke berargumentasi bahwa tidak ada ide, yang dibawa sejak lahir. Ia percaya bahwa ketika seseorang dilahirkan, pikiran seperti suatu potongan kertas kosong. Pengalaman kemudian menjadi sumber dari semua gagasan dan semua pengetahuan.
Berkeley dihadapkan dengan pertanyaan " Jika apapun juga yang manusia ketahui hanya sebuah gagasan, bagaimana mungkin orang meyakini bahwa yang di dunia ini sesuai dengan gagasan itu?" Berkeley menjawab bahwa " yang ada adalah yang dirasa." Tidak (ada) obyek yang ada, kecuali jika itu dirasa oleh pikiran.
Hume memperluas teori Locke dan Berkeley kapada suatu skepticism yang konsisten. Ia mempertahankan bahwa segala sesuatu di dalam pikiran terdiri dari gagasan dan kesan, gagasan berasal dari kesan. Tiap-Tiap gagasan dapat diusut dan diuji oleh beberapa kesan sebelumnya. Menurut Hume, kita harus mampu menarik gagasan dari satu kesan sehingga mempunyai maksud/pengertian tertentu. Sebuah gagasan yang tidak bisa diusut kepada kesan sebelumnya adalah tidak benar. Hume juga mengangkat pertanyaan bagaimana mungkin kita mengetahui bahwa masa depan akan seperti masa lalu - bahwa  hukum alami akan melanjutkan apa yang mereka miliki. Ia mengklaim bahwa kita hanya dapat mengetahui bahwa sebuah peristiwa sudah mengikuti pola tertentu di masa lalu. Kita tidak bisa yakin peristiwa itu akan berlanjut untuk mengikuti pola panutan itu.
16.  Theory Naturalism. Naturalists meyakini bahwa pengetahuan didapat melalui penelitian, dan bahwa fungsi dari peneliti adalah melaporkan secara tepat apa yang diteliti. The Naturalist berusaha menjadikan hal yang objektif sebagai sebuah laboratorium para ilmuan. Naturalists meyakini setiap tingkah laku manusia ditentukan oleh warisan sebelumya, atau lingkungan, atau keduanya. Naturalists meyakini bahwa manusia dipengaruhi oleh kekuatan kekayaan, sex atau kekuasaan.
17.  Abad Reason (akal) adalah masa aktivitas intelektual agung yang di mulai tahun 1600-an dan bertahan sampai akhir 1700-an. Periode ini juga disebut Pencerahan. Ahli filsafat zaman Reason menekankan penggunaan akal, sebagai lawan kepercayaan dan ajaran wahyu. Bagi mereka, akal menyajikan alat-alat mencapai kebenaran tentang dunia dan kemasyarakatan manusia untuk menjamin kesejahteraan. Ahli filsafat Yang terkemuka ini adalah Descartes, Locke, Berkeley, dan Hume. Selain itu juga termasuk Jean-Jacques Rousseau, Voltaire, Denis Diderot, dan anggota lain dari suatu kelompok Ahli filsafat Perancis yang disebut Philoshopis.
Gagasan Filosofis Locke adalah karakteristik dari zaman Akal (Reason). Locke mencari untuk menentukan batas pemahaman manusia dan untuk menemukan apa yang bisa diketahui di dalam panduan kehidupan. Ia mencoba untuk menunjukkan orang itu perlu hidup dari prinsip pentoleransian, kebebasan, dan kebenaran alami. Acuan dua Pemerintah ( 1690) yang menjadikan dasar filosofis dalam Peperangan Revolusioner di (dalam) Amerika dan Revolusi Perancis di (dalam) akhir 1700-an.
18.  Filosofi Immanuel Kant, seorang ahli filsafat ternama Jerman di akhir 1700-an, menjadi landasan hampir semua pengembangan filosofi berikutnya. Filosofi Kant disebut Filosofi Kritisk atau Filosofi Transendental. Kant dipengaruhi oleh filosofi Hume Yang skeptis yang mencoba menyempurnakan suatu sintese Rasionalisme dan Teori pengalaman (Empiris). Di dalam Kritik tentang Akal Murni ( 1781), Kant mencoba untuk memberikan sebuah kritik tentang kekuatan dan batas akal manusia, untuk menentukan apa yang  bisa diketahui dan apa yang  tidak dapat diketahui. Kant menyimpulkan bahwa pikiran memainkan sebuah peran aktif dalam pengetahuan dan bukan semata-mata perekam fakta yang diketahui oleh pikiran itu. Pikiran menjadi dasar kategori atau format pemahaman, yang tidak terikat pada pengalaman. Melalui kategori seperti itu dan pengoperasian pikiran, berdasar pada pengalaman yang dirasakan, kita dapat mempunyai pengetahuan, hanya dari suatu objek yang bisa dijadikan pengalaman.
Kant mengkritik argumentasi yang tradisional tentang keberadaan Tuhan. Ia berargumentasi bahwa mereka semua adalah salah sebab mereka menggambarkan sesuatu yang di luar kemungkinan pengalaman dan kemampuan akal manusia. Di dalam Kritik nya , Practical Reason  ( 1788), Kant berargumentasi bahwa akal praktis ( akal yang praktis) dapat menunjukkan  kita bagaimana hendaknya bertindak dan percaya akan Tuhan, meskipun tanpa bukti  bahwa Tuhan itu ada.
19.  Philosophy di tahun 1800-an. Filosofi Kant mendorong berbagai sistem dari pemikiran di tahun 1800-an, seperti G. W. F. Hegel dan Karl Marx, Jerman. Hegel mengembangkan suatu teori perubahan historis yang disebut dialektis, di mana konflik dari perbedaan mengakibatkan penciptaan suatu kesatuan (Sintesis) yang baru. Teori Hegel's diubah oleh Marx ke dalam paham materialisme (cara dialektika kebendaan). Marx percaya bahwa hanya hal-hal material yang riil. Ia menyatakan bahwa semua gagasan dibangun didasari ekonomi. Ia percaya bahwa dialektis konflik antara para buruh dan kapitalis akan mendorong kearah penetapan komunisme, yang disebut sosialisme, sebagai suatu ekonomi dan sistem politik.
20.  Friedrich Nietzsche, seorang ahli filsafat Jerman, adalah seorang Ateis yang memproklamirkan di Zarathustra ( 1883-1885) bahwa " Tuhan telah mati." Nietzsche bermaksud bahwa gagasan dari Tuhan telah kehilangan kekuatan untuk memotivasi dan mendisiplinkan massa yang besar. Ia percaya bahwa orang itu akan mencari beberapa  gagasan lain  untuk memandu hidup mereka. Nietzsche meramalkan evolusi dari  manusia unggul, di luar kelemahan manusia dan di luar kesusilaan. Ia memandang permohonan sebagai kelemahan, bukan kekuatan. Ia merasa bahwa semua perilaku didasarkan pada keinginan yang kuat dari orang untuk mengendalikan (orang) yang lain dan penderitaan mereka sendiri. Manusia unggul akan membangun semacam keunggulan baru dan kesempurnaan.
21.  Philosophy Utilitarianism, yang dominan di Inggris selama 1800-an, dikembangkan oleh Jeremy Bentham and John Stuart Mill. Utilitarians merpendapat bahwa kesenangan yang tertinggi dari sebagian besar orang adalah pembuktian benar dan salah. Mereka  berargumentasi bahwa semua institusi social, khususnya hukum dan pemerintahan, harus di transformasikan untuk memuaskan pembuktian benar dan salah untuk kebahagiaan sejati. dalam The Subjection of Women (1869), Mill menulis bahwa menempatkan wanita lebih rendah dari laki-laki seharusnya dirubah oleh prinsip persamaan. Ide itu menjadi revolusioner pada zaman Mill.

Philosophy tahun 1900-an memperlihatkan 5 gerakan utama yang menonjol. Dua diantaranya, Existentialism dan Phenomenology, yang berpengaruh besar di negara-negara Europe Barat. Tiga gerakan yang lain, Pragmatism, Logical Positivism, dan Philosophical Analysis, berpengaruh di AS dan Inggris.

22.  Existentialism menjadi berpengaruh di pertengahan 1900-an. World War (Perang Dunia) II (1939-1945) memberikan kebangkitan dari keputus-asa-an dan semangat pemisahan dari penjajahan. Semangat ini memimpin idea untuk menciptakan nilai-nilai mereka sendiri di dunia di dalam nilai-nilai tradisional yang telah terpendam. Existentialism menuntut bahwa pilihan harus dibuat oleh individu sepenuhnya, sekaligus menciptakan diri mereka sendiri, sebab tidak ada standar objective untuk menentukan pilihan. Existentialist philosophers yang paling terkenal adalah Jean-Paul Sartre, seorang penulis France..
23.  Phenomenology dikembangkan oleh Filsuf Jerman Edmund Husserl. Husserl menyusun tugas Phenomenology, dalam tugas philosophy, sebagai gambaran gejala-gejala - objek pengalaman demi pengalaman- yang akurat dan bebas dari asumsi. Dia berpikir bahwa aktivitas ini akan memberikan pengetahuan philosophic dari kenyataan.
24.  Pragmatism, tahun 1900-an oleh William James dan John Dewey dari AS, meletakkan ilmu pengetahuan dibawah tindakan. Maksud dan kejujuran ide ditentukan oleh hubungan mereka dengan tindakannya.
25.  Logical Positivism, berkembang di Vienna, Austria, tahun 1920-an, meyakini philosophy seharusnya menganalisa logika Ilmu. itu mengangkat ilmu sebagai satu-satunya sumber pengetahuan dan menganggap metaphysics adalah tidak berarti. Berdasar anggapan ini pada prinsip pembuktian, sebuah pendapat adalah benar jika dapat di buktikan oleh pengalaman.
26.  Philosophical Analisis, mencoba memecahkan masalah seluruh philosophic Analisis dari bahasa dan konsep. Philosophy ini mencoba menunjukkan  bahwa problem filsafat tradisional  yang tidak dapat dipecahkan dengan analisa yang mereka ekspresikan dilanjutkan dengan menggunakan analisa bahasa untuk menerangi, problem filsafat tradisional. Philosop yang berpengaruh adalah Bertrand Russell dari England dan Ludwig Wittgenstein, yang lahir di Austria tetapi belajar dan hidup di England.
27.  Feodalisme adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan sistem politik dan militer di Eropa Barat selama abad pertengahan (tahun 400 s/d 1400 M). Feudalism sering diartikan dengan manorialism. Manorialism adalah system kuli (buruh tani). Feudalism, di sisi lain, adalah system political dan military. keduanya penguasa dan tuan tanah (Vassals), adalah golongan Aristokrat. Feudalism mulai muncul tahun 700-an. Pada tahun 1100-an, menyebar dari France sampai ke England, Spain, dan wilayah lain di dalam dunia Kristen. Tentara perang salib membangun negaranya berdasar sistem feodal. Feudalism mencapai puncaknya antara tahun 800-an dan 1200-an. Pada tahun 1400-an, feodalisme mengalami kehancuran.
28.  Capitalism adalah model ekonomi dimana setiap individu berhak melakukan bisnisnya masing-masing tanpa campur tangan pemerintah. Tahun 1400 s/d 1700-an, pemimpin perdagangan Eropa menggunakan sistem ekonomi mercantilism. Dibawah sistem ini pemerintah mengatur hubungan perekonominya supaya eksport melebihi import. Selama pertengahan 1700-an, sebuah grup ekonomi di French (physiocrats) mendorong pemerintah untuk menghentikan campur tangan terhadap perdagangan luar negri. Politik mereka disebut, laissez faire, meminta pemerintah mengakhiri tariff ekspor impor dan kebijakan perdagangan lainnya.
29.  Imperialism adalah politik atau gerakan oleh sebuah negara menguasai negara atau wilayah lain. Secara militer disebut ekaspansionis. Ekspansionis yang mewajibkan wilayah taklukkannya untuk patuh pada kebijaksanaannya disebut Kolonialism. Sebuah pemerintahan imperialist menginginkan daerah pemasaran baru untuk eksport dan sumber bahan baku dan tenaga kerja yang murah.
Akhir tahun 1800-an sering disebut abad Imperialism. Selama periode ini, Belgium, France, Germany, Great Britain, Italy, Portugal, dan Spain berbagi seluruh Africa. Bangsa European mengambil Asia Tenggara dan pulau-pulau di selatan Pacific. Spain menguasai Guam, Puerto Rico, dan Philippines menjadi untuk the United States setelah kekalahan Spanyol dalam perang the Spanish-American War (1898). Persaingan memperebutkan daerah koloni menyebabkan PD I, tahun 1914.
Selama  1930-an, Germany, di bawah pemerintahan Hitler, memulai sebuah program ekspansi ke Eropa. Germany memperoleh 2 wilayah melalui negosiasi dan kekuatan militer. Di Asia, Japan menguasai Manchuria dan China. Selama PD II (1939-1945), Japan memiliki imperium di Pacific, dan Germany menguasai Europe dan Utara Africa. Germany dan Japan dikalahkan tahun 1945  sehingga kehilangan wilayah jajahannya.
Kolonialism berakhir tahun 1950-an dan awal 1960-an. Tetapi Sampai sekarang  the United States (AS) dan negara-negara super power masih membantu ekonomi dan militer untuk pembentukan koloni. Bantuan ini juga sebuah bentuk dari imperialism. Mereka dapat secara tidak langsung menguasai sebuah politik dan perekonomian suatu bangsa.