Rabu, 11 April 2012

Kondisi Akhir Terbaik


Howard Gardner selalu memaparkan tiga hal yang berkaitan dengan MI seseorang, yaitu komponen inti, kompetensi, dan Kondisi Akhir Terbaik. Tiga hal yang disebutkan Gardner itu sangat berkaitan dengan dunia pendidikan. Setiap area otak yang disebut lobus of brain ternyata punya komponen inti berupa potensi kepekaan yang muncul dari setiap area otak apabila diberi stimulus yang tepat. Akibat adanya stimulus yang tepat, kepekaan inilah yang akan menghasilkan kompetensi. Dan apabila kompetensi tersebut dilatih terus-menerus dalam jenjang silabus yang tepat, dari kompetensi akan muncul kondisi akhir terbaik seseorang. Kondisi akhir terbaik inilah yang disebut kebanyakan orang “Profesi”. Namun jika stimulus yang diberikan tidak tepat, kompetensi tersebut tidak akan muncul menonjol atau hanya biasa-biasa saja.
Pendorong dan Penghambat Kecerdasan. Crystallizing experience dan paralyzing experiences adalah dua proses kunci dalam perkembangan kecerdasan. Pengalaman yang mengkristalkan (crystallizing experiences), konsep yang berasal dari David Feldman (1980) di Universitas Tufts dan dikembangkan lebih lanjut oleh Howard Gardner dan rekan-rekan sejawatnya (lihat Walters dan Gardner, 1986), adalah “titik balik” dalam perkembangan bakat dan kemampuan orang. Seringkali titik balik ini terjadi pada awal masa kanak-kanak meskipun dapat terjadi sepanjang hidup. Misalnya, ketika Albert Einstein berumur empat tahun, ayahnya menunjukkan kepada dia sebuah kompas magnetic. Saat dewasa, Einstein mengatakan kompas tersebut membuat dia ingin memecahkan misteri-misteri alam semesta. Intinya, pengalaman tersebut menggerakkan kegeniusan Einstein dan mengawali petualangannya menuju penemuan-penemuan yang akan menjadikan dia sebagai salah satu tokoh penting di dunia ilmu pengetahuan di abad 20.
Sebaliknya, Thomas Armstrong menggunakan istilah pengalaman yang melumpuhkan (paralyzing experiences) untuk menyebut pengalaman yang “mematikan” kecerdasan. Seorang guru mungkin mempermalukan anda di muka kelas ketika anda memamerkan karya seni terbaru anda pada saat pelajaran kesenian, dan peristiwa tersebut menjadi akhir dari perkembangan spasial anda. Orang tua anda mungkin marah-marah dan meminta anda “berhenti membuat barang-barang menjadi berantakan dengan bermain bola”, dan sejak saat itu anda tidak pernah lagi menyentuh bola. Atau mungkin anda dihukum karena membawa masuk koleksi daun anda “yang berantakan” ke rumah, tanpa mengindahkan semangat naturalis dalam diri anda. Pengalaman yang melumpuhkan sering kali dipenuhi perasaan malu, rasa bersalah, takut, kemarahan, dan emosi negative lain yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan kecerdasan kita (Miller, 1981).
Dalam bukunya, Smart Baby, Clever Child, Valentine Dmitrev, Ph.D. mengatakan bahwa ada dua factor dalam perkembangan otak manusia yang menjadikan beberapa orang lebih pandai dari yang lain. Faktor itu adalah keturunan dan lingkungan. Tidak banyak yang bisa dilakukan orang tua untuk mengubah warisan gen seorang bayi, tetapi sangat banyak yang bisa  dilakukan untuk mengoptimalkan factor lingkungan guna meningkatkan potensi perkembangan anak.
Sekolah adalah salah satu lingkungan bagi siswa yang berperan aktif  dalam memberikan pengalaman yang melumpuhkan atau pengalaman yang mengkristalkan. Pengalaman yang mengkristalkan membuat siswa menerima stimulus yang tepat. Stimulus yang tepat akan menghasilkan kompetensi yang pada akhirnya akan memunculkan kondisi akhir terbaik seseorang.