Howard Gardner selalu
memaparkan tiga hal yang berkaitan dengan MI seseorang, yaitu komponen inti,
kompetensi, dan Kondisi Akhir Terbaik. Tiga hal yang disebutkan Gardner
itu sangat berkaitan dengan dunia pendidikan. Setiap area otak yang disebut lobus
of brain ternyata punya komponen inti berupa potensi kepekaan yang muncul
dari setiap area otak apabila diberi stimulus yang tepat. Akibat adanya
stimulus yang tepat, kepekaan inilah yang akan menghasilkan kompetensi. Dan
apabila kompetensi tersebut dilatih terus-menerus dalam jenjang silabus yang
tepat, dari kompetensi akan muncul kondisi akhir terbaik seseorang.
Kondisi akhir terbaik inilah yang disebut kebanyakan orang “Profesi”. Namun
jika stimulus yang diberikan tidak tepat, kompetensi tersebut tidak akan muncul
menonjol atau hanya biasa-biasa saja.
Pendorong
dan Penghambat Kecerdasan. Crystallizing experience dan paralyzing
experiences adalah dua proses kunci dalam perkembangan kecerdasan.
Pengalaman yang mengkristalkan (crystallizing experiences), konsep yang
berasal dari David Feldman (1980) di Universitas Tufts dan dikembangkan lebih
lanjut oleh Howard Gardner dan rekan-rekan sejawatnya (lihat Walters dan
Gardner, 1986), adalah “titik balik” dalam perkembangan bakat dan kemampuan
orang. Seringkali titik balik ini terjadi pada awal masa kanak-kanak meskipun
dapat terjadi sepanjang hidup. Misalnya, ketika Albert Einstein berumur empat
tahun, ayahnya menunjukkan kepada dia sebuah kompas magnetic. Saat dewasa,
Einstein mengatakan kompas tersebut membuat dia ingin memecahkan
misteri-misteri alam semesta. Intinya, pengalaman tersebut menggerakkan
kegeniusan Einstein dan mengawali petualangannya menuju penemuan-penemuan yang
akan menjadikan dia sebagai salah satu tokoh penting di dunia ilmu pengetahuan
di abad 20.
Sebaliknya,
Thomas Armstrong menggunakan istilah pengalaman yang melumpuhkan (paralyzing
experiences) untuk menyebut pengalaman yang “mematikan” kecerdasan. Seorang
guru mungkin mempermalukan anda di muka kelas ketika anda memamerkan karya seni
terbaru anda pada saat pelajaran kesenian, dan peristiwa tersebut menjadi akhir
dari perkembangan spasial anda. Orang tua anda mungkin marah-marah dan meminta
anda “berhenti membuat barang-barang menjadi berantakan dengan bermain bola”,
dan sejak saat itu anda tidak pernah lagi menyentuh bola. Atau mungkin anda
dihukum karena membawa masuk koleksi daun anda “yang berantakan” ke rumah,
tanpa mengindahkan semangat naturalis dalam diri anda. Pengalaman yang
melumpuhkan sering kali dipenuhi perasaan malu, rasa bersalah, takut,
kemarahan, dan emosi negative lain yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan
kecerdasan kita (Miller, 1981).
Dalam
bukunya, Smart Baby, Clever Child, Valentine Dmitrev, Ph.D. mengatakan
bahwa ada dua factor dalam perkembangan otak manusia yang menjadikan beberapa
orang lebih pandai dari yang lain. Faktor itu adalah keturunan dan
lingkungan. Tidak banyak yang bisa dilakukan orang tua untuk mengubah
warisan gen seorang bayi, tetapi sangat banyak yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan factor lingkungan
guna meningkatkan potensi perkembangan anak.
Sekolah adalah salah satu
lingkungan bagi siswa yang berperan aktif
dalam memberikan pengalaman yang melumpuhkan atau pengalaman yang
mengkristalkan. Pengalaman yang mengkristalkan membuat siswa menerima stimulus
yang tepat. Stimulus yang tepat akan menghasilkan kompetensi yang pada akhirnya
akan memunculkan kondisi akhir terbaik seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar