Bapak Munif Chatib mengemas paradigma dimaksud menjadi
lima bingkisan bagi guru. Kemudian beliau mengajak kita untuk membuka 5 bingkisan
terindah bagi anak atau peserta didik kita. Bingkisan yang jika kita buka, kita
akan merasakan sensasi rasa berbeda yang ditimbulkan dan ditujukan kepada kita
dari anak atau peserta didik kita. Kelima bingkisan itu adalah:
- BINTANG, yaitu memandang
setiap anak yang dilahirkan adalah JUARA (pintar, cerdas dan bintang). Bagaimanapun
kondisi anak yang dilahirkan, Allah tidak pernah menciptakan produk gagal.
Keyakinan ini jika ditanamkan dalam alam bawah sadar pendidik maka akan
menghasilkan proses pendidikan yang luar biasa. Telah banyak bukti bahwa
kesuksesan peseta didik tergantung mind set dari sang pendidik terhadap
peserta didik. Contohnya, Lena Maria seorang yang cacat fisik, dia tidak
memiliki tangan dan hanya memiliki satu kaki namun mampu menghasilkan
prestasi juara Olimpiade Renang. Dia mampu memasak, menyetir mobil,
menyulam dan banyak hal lain yang dapat dihasilkan seolah-olah dia tidak
cacat. Silakan lihat keseharian Lena Maria di link http://www.youtube.com/watch?v=GuCtez-fAmM
Contoh lain, Hellen Keller, seorang
tuna rungu dan tuna netra. Dia mampu belajar dengan kekurangan-kekurangannya
tersebut dengan menggunakan bahasa isyarat. Kondisi akhir terbaiknya yang
berhasil dicapai adalah sebagai seorang penulis, aktivis politik dan pengajar.
Ia orang buta tuli pertama yang berhasil menyelesaikan kuliah seni. Dan masih
banyak contoh-contoh lainnya yang menunjukkan bahwa setiap anak adalah BINTANG.
Tips yang harus kita terapkan sebagai
pendidik adalah pertama kita harus mengklik alam bawah sadar kita dengan tombol
“ON” dalam posisi BINTANG, artinya kita akan melihat bahwa peserta didik kita
adalah Bintang. Kedua, kita harus meruntuhkan barrier atau penghalang terhadap
berbagai aktivtias yang ada dalam proses belajar. Bagaimanapun kondisi anak
atau peserta didik kita, mereka adalah juara dan berhak atas pendidikan formal
di sekolah.
- SAMUDRA, yaitu memahami
kemampuan dalam arti luas, tidak terkotak-kotak dan hanya fokus pada satu
ranah kemampuan sementara ranah lainnya tidak dilirik dan tidak mendapat
di hati para guru dan orang tua. Kemampuan dalam diri peserta didik kita
ada tiga:
a.
Akhlak-afektif atau bisa disebut respon adalah sebuah
kemampuan, namun sedikit sekali yang mengakuinya.
b.
Kreativitas - psikomotorik adalah kemampuan menghasilkan
sebuah karya, apapun itu.
c.
Kognitif, yang disalahartikan, dipersempit menjadi tes-tes
tertulis dan dikelompokkan.
Salah satu saja dari 3 ranah kecerdasan
tersebut dipenuhi maka setiap anak atau peserta didik sudah dapat dikatakan
Cerdas. Masih banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang masih memaksakan kehendak
yang pada akhirnya akan memicu kemunduran akhlak dan kreativitas. Namun di
institusi pendidikan Putra Indonesia Malang baik tingkat Akademi (Akfar dan
Akafarma) maupun SMK menerapkan dan selalu terus menerus memperbaiki proses
pembelajaran menuju pendidikan yang humanis dan ramah otak. Berhubungan dengan
kognitif, ada beberapa syarat yang harus diterapkan yaitu:
a.
Raport harus berdasarkan pada nilai komprehensif 3 ranah.
b.
Adanya pameran produk, sebagai hasil dari ranah psikomotorik
c.
Tidak ada sistem ranking, sehingga tidak ada anak yang merasa
dipermalukan ketika nama disebutkan dan dia tidak terdapat dalam daftar
anak-anak dengan nilai memukau.
- HARTA KARUN, bahwa setiap anak atau peserta didik cerdas dengan multiple intelligence. Pak Munif meredefinisi kecerdasan yaitu kegiatan perilaku yang diulang-ulang. Ada dua ciri dalam bingkisan harta karun itu, keduanya adalah creative dengan cara membuat sesuatu yang baru dan juga dapat menyelesaikan masalah sendiri atau problem solving misalnya mengecat rumah, naik tangga sendiri, mau nyebrang, dll. Pada intinya, jika otak mendapat stimulus yang kurang tepat, maka tidak akan terjadi sebutan bahwa dia adalah anak bodoh. Menurut Munif Chatib, tidak ada manusia bodoh, yang ada hanyalah manusia yang tidak mendapat stimulus yang benar.
- PENYELAM (Discovery
Ability), adalah bahwa pendidik harus menjelajahi kemampuan peserta didik
meskipun sekecil debu. Beri apresiasi yang meriah meskipun hanya sebatas
pujian, penghargaan dan lain-lain. Tapi terkadang pendidik kurang peka
terhadap hal-hal positif, mereka lebih suka berkecimpung di ranah abu-abu.
- BAKAT (potensi, hobi,
bakat, minat, niat, profesi). Bakat dapat terlihat dari kesukaan peserta
didik kita. Ciri-ciri hobi yang menjadi profesi adalah ketika kita melihat
usaha dan kesukaannya itu bisa dimanfaatkan atau berguna bagi orang lain.
Pada akhirnya, dalam bedah buku Gurunya Manusia, disampaikan
pula bahwa gaya belajar guru atau pendidik harus disesuaikan dengan gaya
belajar siswanya. Disesuaikan artinya kedua belah pihak, baik pendidik maupun
peserta didik berusaha menyesuaikan diri. Gaya Mengajar Pendidik menyesuaikan
Gaya Belajar peserta didik, peserta didik pun tidak boleh manja, dia harus
berusaha menyesuaikan gaya belajarnya dengan gaya mengajar pendidik. Jika tidak
demikian maka pelajaran akan terasa sulit.
Jika kelima bingkisan tersebut telah dipahami dan
diterapkan, para pendidik pun dapat memperlakukan siswa sebagai manusia yang
punya hak mendapatkan pendidikan yang layak. Sebaliknya, si pendidik akan
dirindukan peserta didik hingga jadilah gurunya manusia.
Malang, 10 Des 2012
Meridianto